Masih Ada Maaf Untukmu (Bagian Pertama)

Pengantar cerita bersambung bagian pertama - Niat Andika  untuk berbicara baik-baik jadi berantakan. Kedatangannya sia-sia. Ia tak diberi kesempatan oleh Rahma untuk menjelaskan keadaan yang sebenarnya. Ternyata wanita itu nampak sangat kecewa. 

Sesuatu tak terduga pun terjadi pada Andika sehingga Rahma merasa bersalah dan menyesal.

Ikuti cerita "Ada Maaf Untukmu" bagian pertama ini hanya di Matrapendidikan.com!

*****

Daun pintu sebuah rumah terkuak hanya separuh ketika seorang pria mengetuknya. Pemilik rumah telah berdiri dengan wajah cemberut seraya menyandarkan kepalanya disisi daun pintu.

Ilustrasi gambar (pixabay.com)

"Buat apa abang datang lagi...?" sambut Rahma dengan nada dingin.

"Abang ingin menjelaskan kembali persoalan yang ada di media sosial itu," jawab Andika berusaha sabar.

"Tidak perlu abang jelaskan lagi. Dan aku tidak butuh penjelasan abang karena aku sudah mengerti semuanya..." sergah Rahma dengan suara meninggi.

Andika terdiam.

"Kamu salah paham, Rahma..."  

"Salah paham? Tidak ada salah bang!" cepat Rahma memintas.

Andika kembali terdiam sembari menatap kecewa ke wajah Rahma. Kehadirannya untuk menjelaskan fakta sebenarnya akan sia-sia.

 "Rahma, beri aku kesempatan sekali ini saja untuk menjelaskannya...." balas Andika memohon sembari menyusun dua telapak tangannya ke depan.

"Kesempatan apalagi? Semuanya sudah jelas. Dan, aku benar-benar kecewa. Aku tak percaya padamu lagi, Bang. Maaf, aku akan istirahat...." ujar Rahma sembari menutup daun pintu.

Andika menggeleng. Tanpa sadar mengusap rambutnya dengan jari tangan kanan. Dengan kepala tertekuk ia melangkah perlahan keluar dari beranda rumah.

Motor yang membawa Andika bergerak meninggalkan pekarangan Rahma. Jalan berlubang membuat Andika harus berhati-hati berkendaraan. Motor terlihat meliuk-liuk menghindari jalan berlubang.

Bug!!! Praaaakkkk....!!!

Tiba-tiba motor yang dikendarai Andika terjatuh. Motor terjejal sampai masuk selokan kering di pinggiran jalan. 

Tubuh Andika terpental dan tergeletak di bawah bibir jalan berumput.

Suasana hening sejenak.

Kecelakaan itu tak terelakkan lagi. Motor Andika disenggol oleh motor lain yang datang dari belakang. Ketika menghindari lubang dan memilih jalan agak ke tengah, Andika tak sempat melihat spion. Ternyata ada sebuah motor lain melaju kencang dan akhirnya menyenggol motor Andika.

Orang-orang di lokasi kejadian mulai berkerumun setelah mengetahui ada kecelakaan.

Sementara itu Andika berusaha duduk dan meluruskan kedua kakinya sambil meringis menahan rasa sakit di tubuhnya. Ia baru sadar kalau telah terjadi celaka pada dirinya. Celana bagian lutut terlihat sobek dan berdarah. 

Bagian sikut juga tergerus oleh aspal jalan. Tangan dan kakinya mulai terasa agak ngilu.

"Ayo, ke Puskesmas untuk berobat ya, pak...?" saran seseorang diantara kerumunan orang banyak.

"Iya, pak... Mari kami bantu mengantarkannya." sahut sopir pickup yang kebetulan lewat setelah kejadian.

"Tidak usah, pak.... Saya tidak apa-apa, hanya lecet sedikit...." sahut Andika pelan sambil menahan sakit.

"Tapi tangan dan kaki bapak terluka dan bisa infeksi kalau tidak diobati..." ujar seorang lagi.

Andika mengangguk setuju dan pasrah. Tiga orang pria telah membopong Andika ke bak pickup. Beberapa orang pemuda terlihat ikut naik dan mengantarkan Andika ke Puskesmas terdekat.

Petugas medis di Puskemas sudah membersihkan bagian yang luka pada siku dan lutut Andika. 

"Terima kasih kalian sudah mengantar saya kesini ya....?" ujar Andika pelan setelah memiringkan kepala.

"Sama-sama, pak..." sahut salah seorang diantara yang mengantar Andika. "Bapak tidak mengingat saya lagi?"

Andika memperhatikan wajah orang yang berbicara. Lalu menggeleng perlahan.

"Saya Jumadi, murid bapak dulu..." Jumadi mengingatkan.

"Oh... terimakasih sekali lagi ya Madi..." balas Andika.

"Iya, pak. Sama-sama, semoga cepat pulih kembali..."

Ruang rawat itu mulai sepi. Satu dua pengunjung Puskesmas masih duduk disamping pasien lainnya.

"Bang..., bang..." Sebuah suara memanggil dan membangunkan Andika yang sedang tertidur.

Andika membuka matanya perlahan. Ia mendengar seseorang memanggil namanya. 

"Rahma..." gumam Andika kemudian.

"Iya, bang..." balas Rahma.

"Terima kasih kamu sudah datang kesini menjenguk abang..."

Rahma mengangguk. "Semoga Abang cepat sembuh ya,"

Andika mengangguk.

Tadi, tak berapa lama setelah Andika pergi Rahma mendapat kabar Andika mendapat kecelakaan.

Rahma terdiam. Ada rasa bersalah dengan ucapan dan sikapnya terhadap Andika sebelum terjadinya kecelakaan itu.

"Aku minta maaf atas kejadian ini. Ini juga karena kesalahanku, bang...."

"Lupakan saja Rahma. Ini sudah menjadi takdir Abang..." potong Andika.

Rahma dan seorang wanita yang menemaninya pun pamit. Kini Andika kembali sendiri, terbaring di kasur putih Puskesmas.*** (Bersambung...)