Jejak Lebaran Masa Lalu

Pak Syofian memeriksa aplikasi m-banking di smartphone-nya. Barusan ia mendengar bunyi notifikasi. Ternyata notifikasi THR dari pemerintah sudah masuk ke rekeingnya. Nominalnya sangat menggembirakan!

“Alhamdulillah...,” Meluncur ucapan syukur dari mulut pak Syofian. Hatinya sangat gembira dan bahagia.

Lebaran tinggal beberapa hari lagi. THR barusan dapat digunakan untuk melengkapi kebutuhan lebaran keluarganya.

Tiba-tiba pak Syofian tercenung.

Tanpa terasa butiran bening meluncur di pipinya yang mulai keriput. Hatinya jadi haru manakala pikirannya melayang jauh ke masa lampau. 

Hinggap pada masa dimana orangtuanya harus mengalami masa-masa sulit setiap menjelang lebaran tiba.

Masa ketika usia sekolah dasar ia harus berjuang membantu orangtuanya mencari uang buat lebaran.

“Pian..., kamu mau jualan selama bulan puasa ini, bukan...?” tanya emaknya ketika memasuki bulan puasa hari pertama.

Pian terdiam.

“Hay..., kamu tidak mendengar ucapan emak...?” seru emaknya setengah membentak.

“Pian dengar, mak...”

“Kenapa kamu diam?”

“Mmm mau..., Mak.” Akhirnya Syofian mengangguk.

Syofian sudah maklum. Seperti bulan Ramadhan sebelumnya, sekolah di liburkan pada bulan puasa Ramadhan.

Syofian menjajakan bahan penganan berbuka puasa berupa tapai dan cendol. Ia menjajakan jualan dari induk semangnya sepanjang kampung.

Pukul dua siang ia telah mulai meneriakkan jualannya menelusuri jalan kampung.

Namanya orang jualan, kadang-kadang laris dan cepat habis. Namun ketika hujan turun sore hari, tak jarang ia pulang ke rumah induk semangnya sampai sesudah berbuka puasa.

Syofian sering menangis pulang ke rumah karena sedikit membawa uang pulang kerumah.

Ketika tiga atau dua hari jelang lebaran, Syofian tidak lagi jualan. Syofian disuruh emaknya mencari batang talang aur, alat untuk membuat lemang.

Ia tidak sendiri, dua adiknya menemaninya pergi ke hutan yang jauh..., untuk mencari batang talang itu. 

Selain untuk keperluan membuat lemang oleh emaknya, talang itu ada yang dijual.

Sampai di rumah sore hari, selain membawa talang untuk emaknya juga membawa sejumlah uang....

Pak Syofian menyusut butiran-butiran beningan yang meluncur di pipinya. Kembali hatinya bahagia dan bersyukur setelah mengenang jejak lebaran masa lalu itu.

Berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dulu bersenang-senang kemudian. Begitu kata pepatah lama.

Pak Syofian menyadari kalau pepatah kuno itu tepat betul terjadi pada dirinya. Kehidupan yang serba kekurangan di masa kecil tidak membuat dirinya patah arang untuk belajar dengan giat. 

“Papa...., kok seperti habis menangis...? Papa lagi bersedih...” 

Daysi, anak gadisnya, tiba-tiba sudah berada di belakangnya.

Pak Syofian menoleh ke arah putrinya yang lagi liburan kuliah jelang lebaran.

Pak Syofian menggeleng lemah sambil tersenyum.

“Ada apa, Nak...?”

“Daysi mau buat kue lebaran, Pa.... Tapi apakah papa masih punya uang untuk beli bahan-bahan membuat kue...?” tanya Daysi.

“Oh, ada Nak, banyak kok....” sahut Pak Syofian bersemangat.

“Hore.... Kita bisa buat kue lebaran...” seru Daysi gembira.

Pak Syofian pun gembira bukan main melihat kegembiraan putri keempatnya itu. Tamat!***