Pendidikan Karakter dalam Matra Kembali ke Surau

Pendidikan dalam matra kembali ke surau – Program 'babaliak ka nagari' (kembali ke negari) sejalan dengan program 'babaliak ka surau'(kembali ke surau). Dua program ini memiliki nilai-nilai pendidikan karakter ciri khas syariat Islam dan budaya adat minangkabau. Suatu upaya mengembalikan nilai-nilai sikap dan budaya masyarakat yang pernah berjaya di tengah masyarakat alam minangkabau.

Membudayakan kembali pendidikan karakter, sikap dan budaya alam minangkabau bukan berarti orang minangkabau tidak menghendaki perubahan dan kemajuan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi.

Program pendidikan karakter dalam matra 'babaliak ka surau, justru bertujuan agar nilai-nilai sikap dan kebudayaan masyarakat minangkabau tidak tergilas oleh kemajuan zaman.

Sejak dulunya masyarakat  minangkabau dikenal sangat religius, kuat memegang nilai-nilai tradisi adat dan budaya. Suka bermusyawarah untuk mencapai kata mufakat dalam suku dan kaumnya. Ini sesuai dengan pepatah,
Bulek aia dek pambuluah
Bulek kato dek mufakaik
Bulek lah buliah digolongkan
Picak lah buliah dilayangkan
Setiap suku di suatu negeri atau jorong memiliki sebuah surau. Surau ini tidak hanya untuk beribadah kepada Allah SWT.

Fungsi surau juga sebagai basis pendidikan karakter anak dan kemenakan (keponakan). Sebagai tempat yang netral untuk bermusyawarah dan bermufakat antara pimpinan kaum dengan anggota kaumnya.

Konsep ini didasarkan firman Allah SWT,yang artinya:

Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.(QS:Asy-syura;38)

Perkembangan zaman, lmu pengetahuan dan teknologi (iptek), sosial-budaya dan ekonomi, fungsi sebuah surau mengalami pergeseran.

Anak dan kemenakan dalam suatu kaum sudah mulai meninggalkan surau. Nilai-nilai syariat dan adat istiadat yang bermula dari surau mulai tergerus oleh arus perkembangan zaman.

Berdasarkan kondisi kekinian tersebut, pemimpin negari dan kaum kembali menggerakkan program babaliak ka surau.

Akan menjadikan kembali surau sebagai basis pendidikan karakter, adat dan budaya minangkabau dan misi lainnya yang terkandung dalam program ini.

Babaliak ka surau adalah ajakan untuk anak dan kemenakan untuk mengembalikan fungsi surau sebagai tempat beribadat, mengaji, pendidikan karakter, musyawarah dan gotong royong.

Idealnya, himbauan babaliak ka surau untuk anak dan kemenakan seyogyanya didahului oleh babaliak basurau (kembali bersurau) oleh pemimpin negari dan kaum adat.

Dalam hal ini adalah para pemimpin kaum, ninik mamak, alim ulama serta cadiak pandai. Para memimpin ini perlu menerapkan filosofi memandikan kuda dalam menggerakkan babaliak ka surau.

Jika ada anak dan  kemenakan bersikap dan bertindak tanduk diluar syariat islam, adat dan budaya minangkabau, maka pemimpin ini dapat langsung memanggil dan  mendidik anak dan kemenakan tersebut.

Mendidik  untuk bermusyawarah, menegur yang kurang sesuai, memberikan pendidikan karakter, serta meluruskan hal-hal yang bertentangan dengan syariat maupun adat istiadat dalam kaumnya.

Itulah pada hakikatnya makna pendidikan karakter dalam matra babaliak ka surau di minangkabau.***