Menjadi Ayah, Dulu dan Sekarang

Menjadi ayah, dulu dan sekarang – Hari ini 12 November diperingati sebagai hari ayah. Sebelum melanjutkan artikel ini, Selamat Hari Ayah dan terima kasih pada ayahku. Yang telah mendidik dan membesarkan aku seperti sekarang ini.

Semasa hidup, ayahku berprofesi rangkap, sebagai petani sekaligus buruh tani. Sebagai petani, beliau berladang cabai dan bawang merah, dan beberapa tanaman palawija lainnya. 

Begitu pula bercocok tanam padi. Dengan profesi itu, beliau menghidupi 5 orang anak. Membiayai pendidikan anaknya.

Waktu itu panen cabai, bukan main banyaknya panenan cabai. Sayang sekali harga cabai lebih murah.

Kadang-kadang, hasil penjualan cabai tidak mencukupi untuk menutupi kebutuhan harian dan keperluan sekolah beberapa orang anaknya. 
Yang unik adalah, beliau tidak pernah merasa susah oleh kebutuhan anak-anaknya meskipun sering menghadapi masa-masa sulit. Beliau tetap berusaha mencari uang dengan menjadi buruh tani.  

Begitu pula dengan sikap dan tingkah laku anaknya. Kami semua patuh dan taat pada perintah dan nasehat ayah.

Kalau kami melanggar aturan ayah, sudah pasti kami dihukum. Dicambuk, bahkan diikatkan pada batang pohon rambutan di depan rumah.

Kami tak pernah merasa dongkol, apalagi melawan dan dendam pada ayah kami. 

Karena kami tahu, memang itu hukuman yang pantas kami terima.

Kini, ketika aku menjadi seorang ayah. Giliranku menjadi ayah dari 5 orang putra putri.

Rasanya tak sanggup aku menandingi pola hidup ayah dan cara mendidik anak-anaknya. Ayah tak begitu kesulitan dalam persoalan mendidik anak.

Sedangkan aku? Mungkin karena zaman telah berubah. Anak juga dibesarkan oleh kemajuan teknologi di samping oleh orang tua sendiri di rumah. 

Anak sekarang sudah berpikiran moderen dan canggih. Ilmunya sudah tinggi. Jika tidak berhati-hati mendidiknya, justru orang tua yang diajarinya.
Menjadi ayah pada zaman sekarang, tak mungkin lagi dengan kekerasan dan intimidasi. Toh, ada undang-undang yang melindungi anak dari kekerasan rumah tangga. 

Ayah harus dapat menempatkan diri dari berbagai sisi. Sebagai orang tua, sahabat, guru, dan lain sebagainya.***