Catatan Ringan Dampak Kenaikan BBM

Catatan ringan dampak kenaikan BBM - Kendati kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) baru berjalan belum seminggu, dampaknya sudah mulai terasa. Di media massa, baik cetak, elektronik, maupun jaringan terdengar pekik untuk memohon agar keputusan menaikan harga BBM ditinjau kembali.

Lain lagi cerita di daerah pedesaan, tempat dimana admin bertugas sebagai guru.

Dikatakan sebagai guru karena admin belum menyandang gelar pendidik profesional.

Umumnya mata pencaharian masyarakat berkebun dan bertani. 

Aktivitas mencari uang yang dilakukan lebih terfokus pada bagaimana memenuhi kebutuhan pokok dan biaya pendidikan anak.

Orangtua siswa yang berprofesi sebagai petani memang tidak mampu menyuarakan lebih lantang keluhannya.

Namun sangat berharap pendapatan mereka dapat mengimbangi pengeluaran yang lebih besar. 

Jika harga barang kebutuhan pokok naik, hasil tani dan kebun hendaknya juga mengikuti.

Namun harga karet, sebagai sumber penghasilan terbesar masyarakat, sudah melorot lebih duluan sebelum kenaikan harga BBM.

Harga barang kebutuhan pokok di pasaran memang memusingkan kepala . Seorang ibu rumah tangga, orang tua siswa, pergi ke pasar membawa uang seratus ribuan.

Apa yang didapatkan dengan uang sebanyak itu? 

Kalau hanya membeli cabai dan bawang, Ternyata hanya satu kilogram cabe merah dan setengah kilogram bawang merah!

Okelah kalau begitu! Cerita seputar dampak kenaikan BBM memang membuat sebagian kita hanya bisa menghempaskan nafas panjang dan gede.

Namun yang perlu menjadi catatan buat kita adalah biaya pendidikan, tidak ikut-ikutan dinaikkan. 

Pihak sekolah tidak mencari-cari cara untuk menaikkan iuran atau biaya yang mungkin memberatkan orangtua dalam kondisi ekonomi yang belum stabil ini.***