Goresan Cinta Masa SMP

Goresan cinta masa SMP - "Selamat pagi, pak Fredy..." Seorang perempuan menyapa di balik telepon seluler di seberang sana. "Waktu sekolah dulu pak Fredy sombong banget, aku dicuekin...." sambungnya nyerocos.

Ilustrasi gambar (pixabay.com)

Fredy tercekat. Bingung dengan ucapan perempuan barusan. Ia tak mengenali orang yang telah meneleponnya.

"Kenapa diam, pak guru?"

"Hmmm, eee..., maaf ini siapa, ya?" tanya Fredy.

"Oh, ternyata sombongnya tidak berubah sampai sekarang...."

"Serius, buk... Saya memang lupa...."

"Pak guru masih ingat semasa di es-em-pe? Waktu itu pak guru kelas 3 dan aku kelas satu?"

Fredy terpaksa memutar otak. Membuka file memori ketika masih kelas 3 es-em-pe. Ingatannya tertuju pada seseorang perempuan berkulit putih, hidung mancung dan rambut panjang.

"Desiana...?" Fredy menebak.

"Betul sekali, pak guru."

"Cewek cantik adik kelas saya yang berkulit putih dan berambut agak pirang..?" pintas Fredy cepat.

"Idihh, sekarang pak guru berani berkata seperti itu. Dulu sombongnya bukan main..." 

"Hm, jangan panggil saya pak guru..."

"Baiklah, Uda Fredy.... Bagaimana keadaan Uda sekarang?"

"Alhamdulillah baik tapi..."

"Tapi apa?"

"Hmmmm,"

"Ya, tak usah diceritakan. Aku sudah mengetahui semua keadaan Uda saat ini."

"Lho? Kok bisa?"

"Teman es-em-pe dulu sudah bercerita kepadaku. Bahkan nomor telepon Uda juga aku peroleh dari dia."

"Ohhh..."

"Boleh aku berterus terang tentang masa lalu di SMP dulu?"

"Oh, silahkan, Desi. Tentang apa?"

"Tapi saat ini aku tidak mengganggu Uda, bukan..."

"Tidak, Uda lagi santai hari ini di kantor guru,..."

***

Fredy bersedia menjadi pendengar yang baik. Desiana menceritakan kembali kisah masa lalunya dan ternyata melibatkan dirinya. Sesekali Fredy memberi respon.

"Ya, ampun Desi... Sampai segitu teganya kamu." komentar Fredy kaget.

"Maaf Uda, itu benar dan sekarang aku minta maaf."

"Doamu itu sudah terkabul..." cetus Fredy.

"Maksud Uda?"

"Sekarang aku memang sudah jelek dan tua. Dan nasibku tidak beruntung..."

Suara di seberang sana terdengar mulai serak. "Dulu, aku hanya mengharapkan Uda. Tapi sayang, aku bertepuk sebelah tangan. Aku dicuekin."

"Semua sudah guratan nasib, Desi. Kita tidak ditakdirkan berjodoh. Kamu dan aku akhirnya menjalani nasib yang tak pernah kita impikan,"

"Iya, betul kata Uda. Tapi ada suatu hal yang ingin kutanyakan..." 

"Apa itu?"

"Apa benar Uda pacarnya Ferly waktu di SMP  itu?"

"Nggak kok. Uda memang sudah punya pacar tetapi bukan Ferly" balas Fredy.

"Tapi Ferly bilang, ia pacarnya Uda. Sampai kami bertengkar dan memohon padaku agar aku cari saja orang lain selain Uda. Tapi aku tak mau, aku sudah terlanjur cinta dengan Uda." 

"Duh, maafkan aku, Desi...."

"Itu sudah terlambat... Setelah Uda tamat SMP aku tak mau lagi jatuh cinta..."

"Kenapa?"

"Cintaku dulu sudah Uda bawa tanpa aba-aba..."

"Yah, bagaimana lagi, aku bukannya sombong, Desi tapi waktu itu aku sudah punya pacar..."

"Ya, itu semua masa laluku yang belum terlupakan sampai sekarang..."

Desiana memang benar. Masa lalu, masa sekolah di es-em-pe adalah masa yang sulit dilupakan. 

Fredy pun seakan menyesali keadaannya waktu itu. Tapi penyesalan itu tiada berguna. Diujung senja  usia Fredy maupun Desiana hanya menerima suratan nasib yang mungkin tidak beruntung.***