Masih Ada Maaf Untukmu (Bagian Ketiga)

Pengantar cerbung masih ada maaf untukmu (Bagian ketiga) - Andika sudah menghapus video tiktok yang membakar cemburu dan kemarahan Rahma. Simak kembali Masih Ada Maaf Untukmu (Bagian Kedua). 

Apakah cara ini akan dapat mengenyahkan sakit hati dan menghilangkan keraguan Rahma? Atau ada kejadian luar biasa lainnya yang dialami Andika?

Ikuti kisah selanjutnya hanya di matrapendidikan.com!

*****

Kondisi tubuh Andika belum pulih seratus persen. Namun ia memaksakan diri untuk pergi ke sekolah. Melaksanakan tugasnya sebagai seorang guru. Lagi pula, Andika tidak enak hati dengan rekan kerjanya, istirahat berhari-hari di rumah!

Ilustrasi gambar (pixabay.com)

Rekan kerja Andika maupun muridnya sudah datang ke rumah untuk menjenguknya. Mereka berharap agar Andika cepat pulih dan mengajar siswa kembali seperti sedia kala.

Akan tetapi Rahma belum pernah terlihat datang ke rumah Andika. Syofian, rekan kerja Andika tahu persis hal itu.

Terlalu benci kah kak Rahma kepada abang Andika? Pertanyaan itu seakan mengusik pikiran Syofian.

Setahu Syofian, kak Rahma hanya pernah menjenguk bang Andika di rumah sakit saat bang Andika ditimpa musibah.

Apakah kak Rahma masih marah pada bang Andika sehingga tak mau lagi datang untuk mengunjungi bang Andika ke rumahnya?

"Aku tak pernah melihat kak Rahma datang menjenguk abang di rumah. Kenapa, bang...???" tanya Syofyan tak dapat menyembunyikan penasaran.

"Abang juga bingung, Fian ...." balas Andika.

"Mungkin kak Rahma masih cemburu dan marah pada abang..." timpal Sofyan.

Andika mengangguk. "Abang juga berpikir seperti itu, Fian..."

Andika melirik Sofyan. Wajahnya terlihat serius seakan memohon sesuatu pada Syofian.

"Kalau begitu...., kamu mau mengantar abang ke rumahnya, sekarang?" usul Andika tiba-tiba.

"Mau bang..., kebetulan lagi jam kosong mengajar," balas Sofyan gembira.

"Ayo, kita pergi sekarang...."

Tak begitu lama Andika dibonceng Syofian sudah sampai di rumah Rahma. Sofyan mengerem motor. Agak ragu untuk masuk ke pekarangan Rahma.

"Bang..., liat itu motor siapa di halaman kak Rahma!" Syofyan berbisik.

"Gak tau tuh...." balas Andika seraya memperhatikan motor parkir di dekat teras rumah Rahma.

Ia belum pernah melihat motor itu sebelumnya. 

"Bagaimana, lanjutkan atau dibatalkan mampirnya, bang...?" ujar Syofian minta saran.

"Lanjutkan saja, Fian... Ayo kita masuk!"

"Oke, bang..."

Andika mengucapkan salam.

"Waalaikumsalam..." sahut Rahma sembari datang dan berdiri di pintu. "Silahkan masuk, pak guru..."

"Terima kasih..."

Ternyata memang sudah ada seorang tamu pria yang datang duluan. Andika dan Syofyan menyalami pria itu dan duduk di sebelahnya.

Rahma menghidangkan kopi hitam untuk Andika dan Syofyan. Tetapi sang tamu Rahma terlihat hanya disuguhi air putih.

Dua pak guru itu jadi risih. Mereka kurang enak hati disuguhi dua cangkir kopi hitam. 

Setelah bercakap-cakap sebentar, pria tamu Rahma pamit. Andika dan Syofyan jadi lega.

"Siapa tamu tadi, kak Rahma?" tanya Syofian menyelidik.

"Lho? Kenapa tadi tidak ditanya pada orangnya, pak guru Syofian?"

"Pacarnya kak Rahma kali..." celetuk Andika.

"Kalau iya, kenapa?"

Derrrr! Jantung Andika bergetar hebat. Ternyata Rahma tidak segan-segan mencari penggantinya karena sakit hati.

Syofian bungkam.

"Oke, kalau begitu terima kasih sudah membuatkan kopi untuk kami berdua...." ujar Andika berbasa-basi.

"Iya, sama-sama..." balas Rahma sembari melirik Andika dengan sudut mata. Lalu mengedipkan mata sedikit.

Rupanya Syofyan sempat melihat adegan itu. Sadar diri Syofian pura-pura keluar sebentar.

"Abang juga mau ada perlu sebentar, Rahma..." ujar Andika bangkit.

Namun Rahma dengan sigap menyambar lengan Andika sehingga tubuhnya terhuyung ke tubuh Rahma. 

Andika merasa kurang nyaman. Naluri prianya tersentak. Namun statusnya seorang guru telah membentengi dirinya.

Diluar dugaannya, Andika ditarik beberapa langkah ke arah pintu kamar Rahma. Andika terbius pesona tubuh Rahma.

"Abang, jangan cemburu ya? Tamu tadi kakak iparku...." ujar Rahma pelan karena memang wajahnya terlalu dekat ke telinga Andika.

"Iya, iya... Abang maklum. Tapi...."

Rahma tak menyahut.

"Rahma, nanti ketahuan orang...." protes Andika 

"Biarin ...."

"Jangan Rahma...!"

"Tidak apa-apa kalau cara ini yang membuat abang tidak macam-macam lagi di belakangku...!"

"Malu sama Syofian..."

"Biarin...."

Napas Andika terengah-engah. Seperti orang kepayahan mendaki bukit yang tinggi. 

Sehelai daun terjatuh dan menyelinap masuk ke kamar Rahma. Daun itu akhirnya layu. Tak mungkin kembali menjadi hijau seperti semula.

Ibarat nasi kini telah jadi bubur. Semua telah terjadi. Setiap penyebab pasti ada akibat. Dan, kini Andika harus bersedia menunggu dan menanggung segala resiko yang akan terjadi.***(Bersambung...)