Di Ujung Dunia Maya

Di ujung dunia maya - Seorang pria paruh baya terlihat duduk tenang di kursi tamu lobby hotel bintang dua. Namun siapa sangka kalau hatinya saat itu sedang dilanda resah dan gelisah. Ia menanti kedatangan seseorang yang akan datang dari jauh, jauh sekali!

Ilustrasi gambar (pixabay.com)

Sesekali matanya memandang keluar lobby hotel. Berharap ada taksi yang masuk ke pekarangan hotel. Kemudian dari pintu taksi itu keluar seorang wanita yang memang sedang ditunggunya. Wanita yang belum pernah berjumpa dengannya di dunia nyata.

Tiba-tiba Sumadi, pria yang menungggu seseorang itu berdiri manakala sebuah taksi masuk dan berhenti di depan. Namun ia harus mengurut dada dan duduk kembali.

Sumadi menghela napas dan menggeleng-geleng lemah. Yang keluar dari Taksi bukan Rahmanisa. Seorang laki-laki turis mancanegara!

Ia mengusap rambut tebal dan mulai ditumbuhi uban itu ke belakang dengan tangan kanan. Bersandar penuh di sofa ruang lobby dan meluruskan kakinya ke depan.

Hampir satu jam Sumadi menunggu. Bosan juga menunggu seseorang meskipun seseorang itu istimewa.

Ia sudah berkali-kali menghubungi wanita itu lewat ponsel namun ponselnnya tidak aktif.

Sumadi nyaris putus asa menunggu. Kecurigaan mulai tumbuh di hatinya. Jangan-jangan Rahmanisa membohonginya. Mempermainkan dirinya dengan mengatakan akan datang ke kotanya hari itu dan menginap di hotel yang telah dipilihkan oleh Sumadi.

Akan tetapi Sumadi berusaha menepis bersangka itu. Mungkin baterai ponsel Rahmanisa sudah lowbatt dan tidak sempat mengisi ulangnya.

Jarak Makasar dan Batusangkar tidak dekat. Membutuhkan waktu sekian jam. Makasar transit di Jakarta kemudian ke BIM. Dari BIM sampai ke Batusangkar butuh waktu sekian jam naik Taksi.

Sekadar menghibur diri dan menghilangkan kejenuhan. Sumadi kembali mengingat awal perkenalannya dengan Rahmanisa wanita Makasar itu...

***

Seminggu lalu....

"Assalamualaikum kakak..." 

Begitu sapa Rahmanisa di pesan sebuah media sosial. Pesan itu berawal dari respon Sumadi terhadap video tiktok unggahan Rahmanisa. 

Sebelumnya Sumadi telah follow, like, komentar dan memfaforitkan viti Rahmanisa.

"Waalaikumsalam..." balas Sumadi.

"Terima kasih ya, kakak sudah mau berteman dan menanggapi viti saya,"

"Iya, sama-sama..."

Sumadi kembali membuka profil Rahmanisa. Menonton beberapa viti Rahmanisa.

"Maaf dek, dimana tinggalnya?" tanya Sumadi penasaran. Di profil tidak tercantum domisili Rahmanisa.

Namun pertanyaan Sumadi di kotak pesan tiktok tidak kunjung dibalas oleh Rahmanisa.

"Aku di Makassar, kak..." 

Beberapa menit kemudian baru Rahmanisa membalasnya.

Sumadi menarik nafas kecil. Makasar? Ia tahu kota itu di Pulau Sulawesi, Provinsi Sulawesi Selatan. Tentu saja tempat itu sangat jauh bagi Sumadi.

"Oh, jauh dari jakak ya dek? Kakak dari Ranah Minang..." 

"Iya, kakak. Jauh banget..."

"Tapi tidak apa-apa dek, jauh dimata dekat di....." Sumadi menggantung kata-katanya.

"Dekat di tiktok, hehe...." balas Rahmanisa.

Sumadi tersenyum sendiri. Ternyata Rahmanisa asik diajak komunikasi meskipun lewat kata-kata di media sosial.

"Hehehe ..." balas Sumadi membalas dengan stiker jempol.

***

Hari demi hari berlalu. Mereka semakin akrab dan berkomunikasi lancar melalui media sosial.

Suatu ketika Rahmanisa mengajak Sumadi datang ke Makasar. Sumadi tidak bisa memenuhi ajakan wanita dari Kota Makasar itu.

"Kalau kakak kesulitan, biar aku yang datang ke kota kakak .." cetus Rahmanisa.

"Ah, yang benar, dek?" Sulit dipercaya Sumadi.

"Serius kakak. Minggu depan aku akan datang. Carikan aku tempat menginap karena tidak mungkin aku menginap di rumah kakak..."

"Iya deh kalau begitu..." balas Sumadi.

Dan, hari itu adalah hari yang dijanjikan Rahmanisa. Tapi sudah hampir sore belum ada tanda-tanda Rahmanisa akan datang. Sumadi tertidur di kursi ruang lobby hotel.

***

"Kak..., ini aku sudah datang..." Rahmanisa menyapa Sumadi yang tertidur di kursi sofa lobby hotel. Ia tak meragukan lagi siapa pria yang tengah tertidur di sofa. Wajahnya terlihat dengan jelas meskipun ia tertidur 

Sumadi tak bergeming.

"Kak, ini aku..." Kembali Rahmanisa membangunkan dengan menyentuh bahu Sumadi.

Sumadi membuka mata. Ia jadi kaget. "Icha...!" Sumadi bergumam. Rahmanisa mengangguk.

"Iya, kak...". Rahmanisa duduk di samping Sumadi sembari memegang travel bagnya.

"Maaf ya kak. Kakak terlalu lama menunggu aku, sampai-sampai tertifur..." Rahmanisa merasa bersalah.

"Oh, tidak apa-apa, dek. Kakak sudah maklum...," ujar Sumadi kemudian berdiri dan melangkah ke bagian resepsionis. "Checkin dulu, Icha..."

"Iya, kak..." sahut Rahmanisa mengikuti langkah Sumadi. 

Sumadi mengantar Rahmanisa hanya sampai di pintu kamar. "Kakak tunggu di lobby ya"

"Iya, kak..."

Tak lama Rahmanisa sudah muncul. Rahmanisa mengusulkan untuk ngopi siang. Dan Sumadi sudah tau tempat ngopi di sekitar hotel.

Dua manusia itu tak banyak bicara saat menunggu pesanan datang. Mereka saling mengamati. Tersenyum tatkala pandangan mata beradu.

"Kenapa, kak? Aku tidak seperti di foto dan video media sosial, ya kak...?" cetus Rahmanisa.

"Ya, benar dek. Jauh beda..." balas Sumadi.

"Kenyataan orangnya lebih jelek?" tanya Rahmanisa memintas.

"Sebaliknya. Adek jauh lebih cantik di dunia nyata....hehe ." Sumadi menggoda.

"Idiiih, kakak gombal deh..." Rahmanisa mencubit tangan Sumadi.

Saat itu dua manusia dengan status yang sama telah berada di ujung dunia maya. Mimpi untuk bertemu di dunia nyata kini menjadi kenyataan. 

Tiada yang tau nasib atau jodoh seseorang. Jika Tuhan berkehendak apa pun bisa terjadi. Duda dan janda itu mengikat janji untuk saling setia sampai mati.***