Sahabatku Besanku (Bagian Kedua)

Sahabatku besanku (bagian kedua) -Seorang perempuan paruh baya melangkah ke pintu depan yang masih tertutup. Mengintip keluar di balik celah pintu setelah mendengar suara mobil memasuki pekarangan rumahnya.

Ilustrasi gambar (pixabay.com)

Sebuah mobil bagus warna hitam dan mengkilap telah berhenti di halaman rumahnya. Pintu depan mobil kemudian terlihat terbuka. Seorang laki-laki keluar dan berbelok ke depan mobil seterusnya membuka pintu sebelah kiri bagian belakang.

"Astagfirullahal 'azhiim. Budi...!!!" 

Perempuan yang mengintip kejadian di halaman rumahnya itu, bu Aminah, tiba-tiba terkejut dan mendesis pelan.

Budi, anaknya keluar di pintu mobil sembari memegang baskom jualannya yang sudah kosong.

"Apa gerangan yang terjadi dengan anakku?" desis Bu Aminah lagi semakin penasaran bercampur was-was.

Tadi anaknya berangkat pergi jualan goreng pisang berjalan kaki. Ia pergi menjajakan gorengannya di sepanjang kampung.

Tapi sekarang Budi pulang ke rumah dengan menumpang mobil bagus itu? Serasa bermimpi bu Aminah melihat kenyataan ini. 

Tapi bu Aminah benar-benar tidak sedang bermimpi. Budi berdiri sembari menyaksikan seorang remaja putri juga turun dari mobil.

Bu Aminah akhirnya membuka pintu rumah.

"Ibu...! Ini pak Saldi teman ayah mau berkunjung ke rumah kita," seru Budi ketika melihat ibunya membuka pintu.

"Iya, buk. Saya Saldi teman lamanya pak Sulaiman," sela pak Saldi sembari mengangguk takzim.

"Oh, ya. Mari masuk pak Saldi..."

"Hayo Fin, kita masuk..." ajak pak Saldi pada putrinya.

Ruang tamu rumah pak Sulaiman terlihat sederhana sekali. Tempat duduk tamu hanya kursi rotan tua. Satu buah kursi ganda dan tiga kursi rotan tunggal.

Sementara di dinding kayu terpajang foto keluarga pak Sulaiman. Di bawahnya tergantung jam dinding bundar berwarna putih.

"Tidak usah repot, buk..." cegah pak Saldi ketika bu Aminah mau ke belakang untuk membuat minuman.

"Oh, tidak akan repot kok, pak..." 

"Hm, ngomong-ngomong pak Sulaiman kemana, buk?" tanya pak Saldi segera ingin tahu. Ia sudah kangen dengan sahabatnya itu.

"Biasa, pak Saldi. Lagi kerja di sawah. Petani itu tidak ada hari liburnya, pak..." sahut bu Aminah kemudian.

Pak Saldi manggut-manggut.

"Budi, kamu panggil ayah ke sawah, bilang teman ayahmu sudah sampai di rumah ..." suruh bu Aminah kemudian berlalu ke dapur.

"Baik, bu..." sahut Budi bangkit dan bergegas keluar rumah.

Pak Saldi memperhatikan sebuah foto keluarga yang terpajang di dinding ruang tamu. Pak Sulaiman dan istrinya mengapit dua anaknya. Rupanya Budi anak pertama pak Sulaiman.

Sementara itu Fina ikut memperhatikan foto yang terpampang di dinding. Lalu gadis kecil pak Saldi berkomentar,

"Anaknya teman papa juga dua orang ya, pa..."

"Sepertinya begitu, Fin..." balas pak Saldi mengangguk.

"Tapi adik perempuan mas Budi kemana, ya?" tanya Fina nyinyir.

"Mungkin ikut ayahnya ke sawah..."

Tak lama bu Aminah datang membawakan minuman. "Silahkan minum, pak Saldi."

"Terima kasih buk Aminah."

Pak Saldi melirik Fina yang duduk di sampingnya.

"Oh, ya... Ini Fina putri saya, buk Aminah..."

Fina berdiri dan menyalami bu Aminah.

"Duh cantiknya, sudah kelas berapa nak Fina?"

"Kelas 7 SMP, buk..." sahut Fina.

"Assalamualaikum..." 

Tiba-tiba pak Sulaiman sudah berdiri di pintu. 

"Waalaikumsalam..." sahut pak Saldi bangkit.

"Saldi...!!!" seru pak Sulaiman gembira dan tertawa sembari menyalami tamunya.

"Sulaiman...!!!" balas pak Saldi menerima uluran tangan pak Sulaiman. Mereka bersalaman dengan menggoyang-goyang tangan. Gaya bersalaman ala mereka di es-m-a dulu.

"Ayo, silahkan duduk kembali."

"Terima kasih Sulaiman." 

"Ini putrinya Saldi?"

"Iya... Ayo Fin, salaman dengan pak Sulaiman." 

Fina berdiri dan menyalami pak Sulaiman sambil menyebut namanya.

"Mama Fina kok tidak diajak kesini?" tanya pak Sulaiman.

" Kebetulan mama harus menyelesaikan  pekerjaan di rumah, pak." jelas Fina.

"Oh begitu, nak Fina." 

Pak Sulaiman melirik Budi sekilas. Dari tadi Budi lebih banyak diam dan mendengar. 

"Budi ini anak pertamaku, Saldi..."

"Adiknya, mana?"

"Menghalau burung di sawah,"

"Oh...."

"Sepertinya, kamu sudah sukses sekarang..." cetus pak Sulaiman mengalihkan cerita.

"Kamu juga sudah sukses..." balas pak Saldi tak mau kalah. 

"Sukses apanya?" tukas pak Sulaiman.

"Ya, jadi petani sukses hehehe..."

"Kamu tugas dimana sekarang? Pegawai, polisi atau pengusaha...?" tanya pak Sulaiman kemudian.

"Aku bertugas di kota sebagai pegawai negeri".

Pak Sulaiman manggut-manggut.

Sementara itu bu Aminah merasa kedua orang bersahabat itu semakin asik ngobrol. Oleh sebab itu ia mengajak Fina dan Budi keluar rumah. 

"Fina, Budi...ayo kita ke pekarangan rumah. Kita ambil jambu kebetulan lagi musim buah jambu," ajak bu Aminah.

"Iya, buk..." sahut Fina dan Budi serentak.

Di pojok pekarangan rumah terdapat pohon jambu yang sedang berbuah lebat. Bu Aminah mencari galah untuk menjuluk buah jambu.

Sementara itu dua sahabat lama makin asik ngobrol. Mengenang masa-masa di sekolah dulu.

"Sudah lama ya, kita tak berjumpa," cetus pak Saldi melanjutkan ngobrolnya.

"Benar, Sulaiman..."

Lalu kedua sahabat itu hanyut dalam lamunan mengenang masa lalu di sekolah.

Dua puluh tahun lalu ketika di es-em-a adalah masa yang sulit dilupakan. Itu pula sebabnya pak Saldi jauh-jauh datang dari kota mau mengunjungi sahabat lamanya.

Dulu ketika kelas 2 es-em-a, pak Saldi dan pak Sulaiman aktivis organisasi sekolah yang brilian. 

Pak Saldi menjadi Ketua Osis sedangkan pak Sulaiman adalah Ketua MPK. Dua pucuk pimpinan organisasi sekolah yang menentukan kegiatan kesiswaan di sekolah.

Lihat kembali :

Sahabatku Besanku Bagian Pertama

Pak Saldi lebih beruntung karena dapat melanjutkan pendidikan di universitas. Sedangkan pak Sulaiman harus mencari pekerjaan karena orangtuanya tidak mampu melanjutkan pendidikannya.*** (Bersambung)