Ikhlas Mengantarku pada Kelegaan Hati

Ikhlas mengantarku pada kelegaan hati - Hatiku agak lega manakala menerima kenyataan hidup ini dengan ikhlas. Kenyataan hidup yang mungkin bagi orang lain yang mendengar, tidak begitu rumit. Namun bagi diriku pada mulanya terasa amatlah getir!

Ilustrasi gambar (pexels.com)

Semestinya diusia paruh baya ini aku sudah bisa menjalani kehidupan dengan tenang. Tidak banyak menghadapi masalah yang berarti. 

Kalaupun ada masalah, semestinya dapat diselesaikan secara bersama. Berdiskusi dengan istri dan anak-anak. Apalagi semua anakku sudah dewasa.

Semestinya disisa umur ini aku sudah bisa lebih banyak beribadah. Berbuat kebaikan sebanyak mungkin dan mencari ridha Allah. Bekal utama untuk menghadapi akhir hayat bila waktunya tiba.

Akan tetapi guratan tangan berseberangan dengan kehendak diriku. 

Istri dan anak-anakku terasa semakin menjauh. Tidak hanya jauh di lahir tetapi juga jauh di batin.

Aku merasa hidup sendiri diantara istri dan anak. Aku seakan sedang menerima beban dosa dari kesalahanku sendiri. Mereka seolah-olah sepakat untuk menghukum diriku.

Tanggung jawab sebagai suami dan ayah telah mereka cap tidak terlaksana. Aku dihukum tidak menjadi seorang suami atau ayah yang baik.

Meskipun aku dituding sebagai suami dan ayah baik namun aku tak pernah menyalahkan mereka.

Aku sadar telah gagal memenuhi keinginan seorang istri maupun anak-anak. Oleh sebab itu aku hanya bisa pasrah.

Akhirnya aku bisa bernapas lega karena ikhlas menerima kenyataan hidup yang kualami di tengah keterasingan.

Segala sesuatunya sudah ditentukan oleh Allah SWT. Oleh sebab itu aku ikhlas menerima kenyataan hidup yang kualami.

Hatiku merasa tenang dan nyaman. Aku masih diberi kesempatan hidup oleh Allah SWT. Kesempatan untuk beribadah dan menebus kesalahan dengan berbuat kebaikan.***