Satu Episode Terlampaui

Satu episode terlampaui – Episode demi episode sulit dalam kehidupan telah dilalui Subarkah  dengan sabar. Namun episode itu belum berakhir, masih akan berlanjut. Sebagian lagi episode konflik masih perlu dihadapi dan dicarikan solusinya.

Ilustrasi (pexels.com)

“Tak seorangpun yang ingin mengalami masalah.” Subarkah berkata dalam hati.

Bukankah masalah itu justru menjadi bagian dari kehidupan? 

Dalam episode hidup seakan seseorang lebih banyak mengatasi rangkaian demi rangkaian permasalahan. Lepas satu masalah maka masalah lain pun akan menyusul.

Kesulitan dan masalah dalam hidup mesti dihadapi dengan iman. Kekuatan iman dan kecerdasan pikiran menjadi senjata ampuh bagi seseorang dalam menghadapi setiap kesulitan hidup.

Subarkah sangat yakin bersama kesulitan yang dialaminya pasti ada kemudahan. Dan, satu diantara kesulitan itu telah menemui jalan keluarnya....

“Selamat ya, pak...” 

Seorang rekan kerja Subarkah muncul tiba-tiba. Lalu memberi ucapan selamat sembari menyodorkan tangannya.

Subarkah sedikit gugup namun berusaha menyembunyikannya sembari mendongakkan kepala. Menyambut uluran tangan Randi, rekan kerjanya itu.

“Lho? Apanya yang selamat, pak Randi? Saya tidak mendapat atau meraih apa-apapun?” tanya Subarkah sedikit bingung.

Randi yang masih berdiri di seberang meja jadi tersenyum.

“Ucapan selamat itu tidak mesti kepada orang yang meraih sesuatu saja. Yang berhasil mengatasi masalah juga patut diucapkan selamat, termasuk pak Subarkah...” jelas Randi.

“Oh, ya?”

“Saya dengar pak Randi sudah dapat melunasi semua hutang pada rentenir itu,” sambung Randi.

“Alhamdulillah, pak Randi. Tapi saya sudah menggadaikan aset benda untuk mengatasi hutang yang bertumpuk itu,” ujar Subarkah.

Randi manggut-manggut.

“Itu lebih bagus ketimbang hutang pak Randi membengkak terus dan semakin sulit untuk dilunasi...”

“Terima kasih atas dorongan morilmu selama ini, pak Randi...”

Randi tersenyum lagi.

“Hanya itu yang dapat saya berikan saat pak Barkah mengalami kesulitan.” Kilah Randi.

“Itu sudah sangat berarti bagi saya, pak Randi.” Subarkah menimpali.

“Semoga tidak terulang kembali. Suatu saat pak Barkah akan bisa menebus aset yang tergadai itu kembali. Itulah gunanya aset benda," ujar Randi memberi semangat.

Seiring dengan itu bel tanda masuk mengajar setelah istirahat berdering keras.***