Permainan Tradisional Anak Kaya Nilai Karakter

Permainan tradisional anak kaya nilai karakter – Era sebelum tahun 2000-an adalah masa emas dimana permainan tradisional sangat digemari oleh anak nagari (desa) di wilayah Minangkabau. Sebut saja permainan mancik-mancik, caktum, cakbur, pak tekong, badia batuang dan masih banyak lagi yang lainnya.

Anda yang lahir tahun 90-an mungkin saja masih mengenal permainan itu namun tak pernah atau jarang memainkannya.

Kelahiran dekade berikutnya sudah tidak mengenal lagi apalagi untuk memainkannya.

Akan tetapi bagi anda kelahiran 60 sampai 80-an sudah pasti akrab dengan permainan anak nagari tersebut.

Bagi anak nagari dulunya, permainan tradisional sekadar untuk menyenangkan hati. Dimainkan untuk pengisi waktu senggang oleh anak-anak zaman itu.

Biasanya waktu bermain anak adalah sore hari. Saat dimana anak laki-laki pulang kerja membantu orangtua di sawah atau kebun.

Saat anak perempuan selesai membantu orangtua memasak di dapur.

Ada pula jenis permainan anak nagari dimainkan pada waktu pesta atau kenduri. Misalnya permainan pak tekong.

Sementara itu bermain badia batuang mereka mainkan saat bulan ramadhan, usai shalat tarawih dan membangunkan warga untuk bersahur.

Nilai karakter permainan tradisional

Permainan tradisional anak (nagari) mengandung nilai karakter sehingga dapat membentuk karakter anak pada zamannya.

Permainan tradisional ada yang dilakukan secara berkelompok. Dimainkan oleh anak laki-laki saja atau perempuan saja.

Permainan tradisional anak nagari dapat menumbuhkembangkan nilai-nilai sosial, kreativitas dan nilai emosional bagi anak.

Dalam permainan tradisional anak ada aturan yang tidak tertulis dan sanksi-sanksinya.

Kerja sama kelompok sangat dibutuhkan. Dalam hal ini terdapat unsur sosial dan menaati aturan serta dapat menerima sanksi dari aturan yang dibuat.

Nilai kreativitas terlihat dari siasat dan strategi untuk memenangkan permainan.

Permainan tradisional juga menuntun anak untuk menjaga emosional dan tidak mudah terpancing oleh provokasi.

Kalau pun terjadi kesalahpahaman di antara mereka, toh hari beruikutnya mereka main bersama lagi.

Namun permainan tradisional semakin terpinggirkan sejalan dengan perkembangan zaman.

Anak zaman milennial pasti gengsi atau malu untuk memainkan permainan tradisional.
Mereka lebih tertarik untuk memainkan permainan moderen yang dapat dimainkan melalui gadget canggih dengan hanya duduk di warnet, atau tempat-tempat yang ada jaringan wifi.***