Manajemen Pendidikan Anak di Lingkungan Keluarga dan Permasalahannya

Manajemen pendidikan anak di lingkungan keluarga dan permasalahannya - Keluarga merupakan unit terkecil dari komunitas masyarakat di suatu tempat. Oleh sebab itu dapat dikatakan, sesungguhnya basis pendidikan anak adalah lingkungan keluarga.

Proses dan manajemen pendidikan anak dimulai di lingkungan keluarga, sebelum anak memasuki proses pendidikan berikutnya di lembaga sekolah.

Keluarga termasuk salah satu bentuk pendidikan non formal. Manajemen pendidikan anak di lingkungan keluarga akan berbeda dengan pendidikan formal.

Salah satunya disebabkan karena di lingkungan keluarga tidak terdapat kurikulum tertentu sebagaimana lazimnya di lembaga pendidikan sekolah.

Konsep dan manajemen pendidikan di lingkungan keluarga berlangsung dalam dimensi waktu dan tempat tanpa batas.

Gurunya adalah kedua orangtua dan orang dewasa yang ada di rumah tangga.

Sebagai guru, orangtua tidak memerlukan kurikulum dalam mendidik anak. Selain itu orangtua tidak akan mengajar melainkan mendidik anak dalam prosentase yang lebih besar.

Namun demikian dalam prosesnya perlu manajemen pendidikan anak di lingkungan keluarga.

Pola dan model keteladanan

Manajemen pendidikan anak di lingkungan keluarga terwujud dalam bentuk pola dan model tertentu.

Hal yang sudah lazim dalam pendidikan anak seperti diketahui orangtua adalah pola dan model keteladanan.

Model dan pola keteladanan ini menjadi penting dalam pengembangan karakter anak.

Melalui pemodelan keteladanan menurut pola tertentu, orangtua dapat mengembangkan karakter disiplin dan rajin belajar, misalnya.

Artinya pengembangan karakter tersebut tidak akan efektif tanpa diiringi sikap dan tingkah laku disiplin dan kebiasaan belajar dari kedua orangtua.

Pembiasaan sesuatu yang baik dilakukan anak perlu pengarahan dan model dari orangtua. Dengan demikian anak akan paham kalau model yang ditunjukkan orangtua memang bermanfaat dan patut dijalankan oleh anak.

Pengawasan dan toleransi

Pengawasan terhadap anak tidak sebagaimana lazimnya pada lembaga sekolah.

Pengawasan terhadap anak selama berada di rumah diiringi oleh sikap toleransi orangtua.

Orangtua perlu mengingatkan anak ketika mereka terlalu asyik dengan gadget atau menonton siaran televisi.

Namun demikian orangtua perlu mengajak anak menonton bersama anak dengan pilihan siaran yang baik.

Mendengarkan musik bersama sambil memberikan arahan tentang musik yang sedang didengar.
Ketika anak belajar, orangtua berperan penting dalam mendampinginnya. Mendampingi disini tidak mesti duduk di dekat mereka melainkan menyediakan fasilitas dan keperluan belajar serta motivasi belajar.

Anak dua versus anak banyak

Slogan dua anak cukup, sudah sering kita dengar dan itu berlangsung sejak tahun 1970-an. Slogan ini disosialisasikan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

Bahkan untuk menunjang keberhasilan program ini pemerintah waktu itu telah mengeluarkan uang pecahan Rp. 5,- bergambar logo Keluarga Berencana (KB).

Tujuan program ini diantaranya adalah meningkatkan kesehatan ibu dan anak, membatasi jarak melahirkan, serta meningkatkan kesejahteraan keluarga.

Anak cukup dua, slogan ini secara logika dapat diterima akal sehat. Dengan memiliki 2 anak, pendidikan dan pelayanan perhatian serta kasih sayang terhadap anak akan terjamin.

Dengan demikian, pendidikan anak lebih terjamin. Bahkan dengan anak hanya dua, berpeluang menjadi anak yang berprestasi di sekolah dan membanggakan orangtua.

Selain itu para orangtua tidak direpotkan oleh anak, baik dalam pengasuhan, pelayanan kasih sayang maupun biaya pendidikan.

Namun skenario bagus itu, kadang-kadang berseberangan dengan kenyataannya, apalagi di zaman sekarang.

Memiliki hanya dua anak, kadang-kadang bagai mempunyai 5 orang anak. Hal ini akibat manajemen pendidikan anak yang diterapkan belum efektif.

Sebaliknya, justru yang memiliki anak banyak kadang-kadang terlihat lebih menyenangkan.

Anak-anak mereka terlihat bersikap baik dan berprestasi di sekolah. Salah satunya karena manajemen pendidikan yang baik di lingkungan keluarga.

Kesadaran dan kepedulian

Orangtua yang memiliki anak banyak, telah memiliki kesadaran dan kepedulian super ekstra sejak awal.

Kesadaran dimaksud adalah kesiapan mental bahwa memiliki anak banyak akan mendatangkan resiko yang lebih besar.

Biaya kebutuhan harian dan pendidikan anak tentu lebih banyak. Pengasuhan dan pengawasan, serta pelayanan kasih sayang akan lebih merepotkan.

Namun kesiapan diri disertai dengan keikhlasan menerima segala resiko punya anak banyak, justru membuat orangtua memiliki kepedulian dan perhatian besar terhadap anak dan pendidikannya.

Misalnya, orangtua yang memiliki banyak anak, menyadari dan bersedia menyediakan banyak waktunya untuk memperhatikan dan memberikan kasih sayang pada anaknya.

Bahkan ada orangtua yang mengorbankan pekerjaannya demi memusatkan perhatian pada anak.

Orangtua demikian menyadari bahwa riski itu dari Allah SWT sedangkan orangtua berusaha mencari riski itu dengan cara yang baik.

Orangtua demikian juga berharap agar amanah untuk merawat banyak anak akan mendapat ridho dari Allah SWT.

Sebaliknya, keikhlasan orangtua dan ridho dari Allah SWT berbuah manis. Anak memiliki sikap dan perilaku baik, menyadari situasi dan kondisi orangtuanya (tau diri), serta berprestasi cukup membanggakan dan menyenangkan hati orangtua.

Hal ini karena anak menyadari betul bagaimana kesulitan orangtuanya.

Disisi lain, kesulitan orangtua membiayai anak banyak; kebutuhan harian dan biaya pendidikan, justru menjadi motivasi bagi orangtua mendidik anak di rumah tangga.

Hidup adalah risiko oleh sebab itu risiko itu harus dihadang dan dijalankan.
Orangtua hanya menjalankan amanah untuk memiliki banyak anak dan mengusahakan riski yang sudah ditentukan oleh Allah SWT.

Bersakit-sakit dahulu bersenang-senang di kemudian hari.***