Mama, Bukan Keinginanku Jadi Seperti Ini

Mama, bukan keinginanku jadi seperti ini - Kehilangan pendengaran secara permanen dalam kecelakaan tabrak lari, merupakan cobaan yang sangat berat bagi Sena. Apalagi di usia remajanya baru 16 tahun.

Dulu semuanya terasa begitu menyenangkan. Semuanya begitu indah. Waktu terasa begitu cepat berlalu. Dan sekarang, semuanya terasa begitu lambat, satu hari terasa seperti seminggu.

Sena bukan saja kehilangan pendengarannya. Tapi juga teman-temannya, bahkan juga kasih sayang dan perhatian kedua orang tuanya. Mungkin saja, tiap hari orang tuanya bertengkar karna Sena, apalagi setelah semua teman kantor ayahnya tau bahwa sekarang anaknya tuli. Hal itu mungkin membuat ayah Sena begitu merasa malu.

Sena sempat berpikir, untung saja ia tuli.  Jadi ia tak harus mendengar hitungan matematikanya yang sangat buruk dari pembantunya, bahkan lebih buruk dari anak TK sekalupun.  Jika mau, mama Sena bisa membodohi pembantunya itu masalah gaji, pasti dia tidak merasa dibodohi. Tapi mama tak mau melakukan itu semua.

Dan hal terbaik menjadi orang tuli adalah terhindar dari perhitungan pendengaran di akhirat nantinya.

Dua minggu sudah Sena kehilangan pendengarannya. Besok Sena akan mulai masuk kesokolah barunya sekolah "SLB”.  Sena juga kehilangan sekolah lamanya. Waktu terus berjalan, akhirnya sudah lebih 3 bulan Sena menjadi tuli.

Hari-harinya begitu membosankan! Hanya di kamar seharian, hanya itu yang dilakukan remaja 16 itu. Akhir-akhir ini pun ia jarang bertatap muka langsung dengan Ayah atau pun mamanya. Mereka begitu sibuk.

Sena mengambil pulpen dan secarik kertas bewarna pink dari dalam tasnya. Sena menggoreskan tinta pulpen menjadi dan merangkai kata-kata yang begitu indah. Itu sebuah puisi, puisi yang mengungkapkan semua yang darasakan Sena saat ini selesai menulus puisi itu. Sena kembali memasukan kertas dan pulpennya ke dalam tasnya.

Hari ini akan diadakan pertemuan antara orangtua murid dan guru. Sewaktu bu Indri, selaku kepala sekolah memberikan kata-kata motivasi untuk para orangtua murid, untuk tidak merasa sedih memiliki seorang anak berkebutuhan khusus. Sena mangangkat tangannya dan setelah itu berjalan ke atas panggung.

Bu Indri mempersilakan Sena untuk bicara Sena mengeluarkan secarik kertas bewarna  pink yang beberapa minggu lalu di tulis. Mengumpulkan semua keberaniannya Sena mulai bicara.

"Mama.....
Bukan keinginanku untuk menjadi seperti ini
Sekuat apapun aku mencoba aku tak akan bisa
Meski ombak mengikis pantai dan meninggalkan buih
Sebagai kenangan
Yang namanya pasir tak akan perna bisa hilang.
Yang namanya cinta dan kasih sayangku untuk mama juga tak akan pernah hilang.
Apakah belang harimau akan hilang hanya karena air hujan ?
Begitu juga untuk cinta dan kasih sayang untukmu mama, tak akan pernah hilang atau lenyap.
 Simak juga : Di Ujung Penyesalan
Kata-kata anaknya yang begitu menyentuh. Membuat Mama Sena sadar bahwa saat
Ini anaknya butuh semangat dan dukungan dari kedua orang tuanya bukan di biarkan begitu saja. (*Penulis: Muhammad Ridho)