Bentuk Aktivitas Belajar Siswa

Bentuk aktivitas belajar siswa - Aktivitas selama pembelajaran berlangsung melibatkan aspek fisik dan psikis siswa. Kedua aspek tersebut saling berkaitan satu sama lainnya.
Sebagai contoh, ketika seseorang hendak mengucapkan sesuatu kepada yang lain, orang itu harus memikirkan materi apa yang akan disampaikannya.
Aktivitas itu akan lancar apabila ada sinkronisasi antara aktivitas fisik dengan aktivitas psikis.

Paul B. Diedrich dalam Sadiman (2001) membagi aktivitas siswa  menjadi aktivitas verbal dan aktivitas non verbal.

Aktivitas verbal adalah aktivitas dalam bentuk ucapan seperti bertanya, menjawab, menanggapi, berdiskusi, memperhatikan gambar dan lain sebagainya.

Sedangkan aktivitas non verbal berupa aktivitas fisik dan mental. Berinteraksi dengan sumber belajar, memperhatikan dengan serius, antusias dalam belajar, sikap bosan dan apatis, dan lain sebagainya, adalah contoh-contoh aktivitas non verbal. 

Semakin banyak aktivitas diciptakan dalam pembelajaran akan membuat pembelajaran lebih hidup, dinamis dan tidak membosankan serta pembelajaran itu benar-benar menjadi milik siswa.

Aktivitas belajar dapat terlaksana secara baik dan lancar bila kegiatan belajar terencana, terarah dan sistematis.

Untuk menciptakan ini sangat tergantung pada metode bembelajaran yang digunakan. 

Montessori ( Sadiman, 2001) menegaskan : 


“bahwa anak-anak itu memiliki tenaga-tenaga untuk berkembang sendiri, membentuk sendiri. Pendidik hanya berperan sebagai pembimbing dan mengamati bagaimana perkembangan anak-anak didiknya”. 

Pernyataan Montessori ini memberikan petunjuk bahwa anak didiklah yang melakukan aktivitas lebih banyak sementara guru sebagai perencana dan pembimbing dalam pembelajaran.

Disisi lain, anak didik dipandang sebagai individu yang mempunyai potensi untuk berkembang.

Guru bertugas menyediakan bahan pelajaran dan anak didik yang mengolah dan mencernanya sendiri sesuai dengan perkembangan dan kemampuannya.

Sehubungan dengan ini Piaget dalam Sadiman ( 2001) menerangkan : 


“bahwa seorang anak itu befikir sepanjang dia berbuat”. 

Tanpa berbuat berarti anak itu tidak berfikir. Oleh karena itu agar anak berfikir sendiri maka harus diberi kesempatan untuk berbuat sendiri.

Berfikir pada taraf verbal akan timbul setelah anak itu berfikir pada taraf perbuatan.

Bentuk aktivitas dalam pembelajaran di kemukakan lagi oleh Paul B.Diedrich dalam Sadiman (2001) antara lain :

(a) Visual activities, misalnya ; membaca, memperhatikan (gambar, demonstrasi dan percobaan).
(b).Oral activities, seperti : menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawan cara,diskusi, interupsi.
(c).Listening activities, seperti : mendengarkan (diskusi, musik, pidato, percakapan).
(d).Writing activities, misalnya : menulis (cerita,kesimpulan, laporan, karangan, angket, salinan).
(e).Drawing activities, misalnya : menggambar (grafik, peta, diagram,bagan).
(f).Motoric activities, misalnya, : melakukan percobaan, bermain, berkebun, berternak,membuat (konstruksi, model, reparasi).
(g).Mental activities, seperti : menanggapi, mengingat, melihat hubungan, menganalisa, mengambil keputusan, memecahkan soal.
(h).Emotional activities, seperti : menaruh minat, gembira, bersemangat, bergairah,berani, tenang, gugup, merasa bosan.

Berpedoman pada beberapa pendapat pakar pendidikan diatas dapat diartikan bahwa aktivitas adalah bentuk kegiatan yang berwujud dalam diri individu dan terlahir secara verbal ataupun non verbal baik berupa fisik maupun mental. 

Wujud itulah yang diupayakan oleh guru melalui pendekatan dan metode pembelajaran agar terlahir dan berkembang sesuai dengan harapan.***