Menulis Artikel Pendidikan di Media Cetak

Menulis artikel pendidikan di media cetak – Menulis artikel untuk media cetak boleh dikatakan gampang-gampang susah. Kenapa tidak? Setelah menulis artikel dan mengirimnya ke alamat redaksi, belum serta merta tulisan kita akan dimuat di surat kabar atau jurnal tersebut.

Setiap tulisan yang masuk akan diseleksi terlebih dulu oleh redakturnya. Bisa jadi tulisan yang dibuat dengan susah payah kita layak muat.

Bila tidak disertai perangko balasan, alamat nasib artikel kita akan berakhir di keranjang sampah tim redaksi.

Hal tersebut sekurang-kurangnya pernah admin alami ketika memulai kegiatan menulis artikel untuk surat kabar di media cetak terbitan kota Padang.

Artikel yang dikirim ke redaksi surat kabar tersebut baru dimuat setelah yang ketiga kalinya. 

Sejak itu jadi ketagihan menulis dan mengirim artikel pendidikan ke berbagai surat kabar yang bermarkas di ibu kota provinsi Sumatera Barat tersebut. 

Mengapa artikel ditolak atau tidak dimuat oleh sebuah media cetak?

Jawabannya hanya satu; artikel yang dikirim belum memenuhi kriteria tulisan yang dipersyaratkan oleh suatu media cetak. 

Oleh sebab itu, sebelum mengirim artikel pendidikan, ada baiknya pelajari dan pahami terlebih dulu segi teknis publikasi media cetak tersebut.

Pekerjaan mengirim artikel ke media cetak akan menjadi sia-sia. Bila kita tidak memenuhi kriteria penulisan yang dipersyaratkan untuk dimuat di media tersebut. Segi teknis dimaksud antara lain jenis tulisan, panjang tulisan, isi tulisan dan lain yang diminta oleh tim redaksi. 

Berbeda dengan menulis artikel di blog yang tidak banyak aturan publikasi. Kita bisa menerbitkan langsung sesuai kemauan sendiri.

Nah, setiap guru pasti menguasai topik pembahasan tentang pendidikan, bukan? Pada tahap awal, mungkin lebih mantap kalau guru menulis artikel mengenai proses belajar dan mengajar serta permasalahannya. 

Guru dapat membuat artikel lugas untuk dibaca oleh lapisan masyarakat sasaran media cetak tersebut. Ini menunjukkan bahwa kita memang menguasai topik dan aturan penulisan yang baik dan benar .

Di samping itu, guru harus punya sikap mental pantang menyerah untuk menulis dan mengirim tulisan ke media cetak.

Jika artikel yang dikirim untuk pertama kalinya, ditolak atau tidak dimuat, tulis lagi artikel baru atau sekurang-kurangnya edit kembali tulisan yang pernah dikirim. 

Suatu saat tim redaksi pasti kapok menolak artikel kita. Fakta ini sudah admin buktikan sendiri.

Jika sudah berhasil menulis artikel dan dimuat oleh suatu media cetak. Guru pun akan menerima honorarium sebagai imbalan dari pihak redaksi. Dan ini yang lebih penting lagi. 

Guntingan koran (kliping) dari artikel kita yang dimuat, dapat diajukan sebagai bukti pisik untuk memperoleh angka kredit dari pengembangan profesi guru.

Demikianlah sekilas uraian sebagai motivasi bagi sahabat guru dalam menulis artikel pendidikan untuk dikirim ke surat kabar atau jurnal ilmiah.***